Merdeka.com - Tujuh belas tahun setelah peristiwa serangan 11 September, keluarga Usamah Bin Ladin masih menjadi bagian penting dari masyarakat Arab Saudi.

Bin Ladin, sang pemimpin kelompok Al Qaidah, dianggap bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001 ke Gedung World Trade Center di New York dan Washington, Amerika Serikat. Dalam peristiwa itu hampir 3.000 orang tewas dan 6.000 lainnya luka. Dua pesawat yang dibajak menabrak Gedung WTC di kawasan Manhattan dan selanjutnya adalah kepanikan dan tragedi yang masih dikenang hingga sekarang.

Dalam wawancara dengan media Inggris, The Guardian di Jeddah, ibu Bin Ladin, Alia Ghanim, mengatakan putranya dicuci otak oleh kaum ekstremis ketika kuliah di Jeddah.

Bertahun-tahun Ghanim menolak bicara soal Usamah. Sebagai salah satu keluarga kaya raya dan berpengaruh, pemerintah Saudi hingga kini masih mengawasi kegiatan keluarga Usamah. Keluarga Bin Ladin memiliki perusahaan konstruksi yang ikut membangun Kerajaan Saudi modern. Pejabat senior Saudi meyakini dengan memberi izin keluarga Bin Ladin bicara kepada media bisa menunjukkan bahwa Usamah pribadi yang bertanggung jawab atas peristiwa serangan 11 September, bukan pemerintah Saudi sebagaimana dituduhkan sejumlah pihak. Lima belas dari 19 pembajak pesawat itu adalah warga Arab Saudi.


"Setiap orang yang bertemu dengannya hormat kepada dia (Bin Ladin). Awalnya kami sangat bangga dengan dia. Bahkan pemerintah Saudi memperlakukannya seperti bangsawan dan terhormat. Lalu setelah itu Usamah menjadi mujahid," ujar perempuan berusia 70-an tahun itu ketika diwawancara, seperti dilansir laman the Guardian, Jumat (3/8).

"Dia anak yang baik sampai akhirnya dia bertemu orang yang mencuci otaknya ketika berusia 20-an tahun. Anggap saja orang itu dari sekte. Mereka dapat uang dari kegiatan mereka," kata Ghanim.

"Saya selalu bilang, jauh-jauh dari mereka dan dia tidak pernah menceritakan apa yang dia lakukan kepada saya, karena dia begitu mencintai saya."

Bin Laden kuliah ekonomi di Universitas Raja Abdulaziz di Jeddah. Dia kemudian terlibat dalam perang melawan Rusia di Afghanistan dan dia dihormati oleh orang Saudi karena tindakannya itu.

"Tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya," kata Ghanim soal putranya yang menjadi radikal. "Orang-orang di kampus mengubahnya. Dia jadi orang yang berbeda."


Salah satu orang yang dikenal Bin Ladin di kampus adalah Abdullah Azzam, anggota Ikhwanul Muslimin yang kemudian tinggal di pengasingan dan menjadi penasihat spiritual Bin Ladin.

"Kami sangat marah. Saya tidak ingin semua ini terjadi. Mengapa dia melakukannya begitu saja?"

Kakak tiri Bin Ladin, Hassan dan Ahmad, yang tinggal bersama ibu mereka di Jeddah mengakui pendapat ibunya itu bias.

"Sudah 17 tahun sejak kejadian itu dan dia masih menyangkal soal Usamah. Dia sangat mencintainya dan menolak menyalahkannya. Dia malah menyalahkan orang di sekitarnya. Dia hanya melihat sisi baik Usamah. Dia tidak pernah tahu dari sisi jihadisnya," kata Ahmad.